Selasa, 10 Januari 2012

Lembaga Pendidikan Pondok Psantren

LEMBAGA PENDIDIKAN
1.      Pengertian Lembaga Pendidikan
 
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Lembaga Pendidikan adalah badan usaha yang bergerak danbertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Menurut Enung K. Rukiyati, Fenti Himawati Lembaga Pendidikan adalah wadah atau tempat berlangsungnyaproses pendidikan yang bersama an dengan proses pembudayaan. Menurut Hasbullah, Lembaga Pendidikan adalah tempat berlangsungnya prosespendidikan yang meliputi pendidikan keluarga, sekolah danmasyarakat. Menurut Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. La Sula, Lembaga Pendi   kan adalah tempat berlangsungnya pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Jadi lembaga Pendidikan adalah tempat berlangsungnya proses pendidikan
 
Lembaga Pendidikan (baik formal, non formal atau informal) adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, makna pengetahuan dan kebudayaan sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya pengaruh zaman terhadap pengetahuan jika ditransformasikan.
Oleh karena itu pendidikan nasional bertujuan mempersiapkan masyarakat baru yang lebih ideal, yaitu masyarakat yang mengerti hak dan kewajiban dan berperan aktif dalam proses pembangunan bangsa. Esensi dari tujuan pendidikan nasional adalah proses menumbuhkan bentuk budaya keilmuan, sosial, ekonomi, dan politik yang lebih baik dalam perspektif tertentu harus mengacu pada masa depan yang jelas (pembukaan UUD 1945 alenia 4). Melalui kegiatan pendidikans, gambaran tentang masyarakat yang ideal itu dituangkan dalam alam pikiran peserta didik sehingga terjadi proses pembentukan dan perpindahan budaya. Pemikiran ini mengandung makna bahwa lembaga pendidikan sebagai tempat pembelajaran manusia memiliki fungsi sosial (agen perubahan di masyarakat)
Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.
Satuan pendidikan penyelenggara
PONDOK PESANTREN
Pesantren, pondok pesantren, atau disebut pondok saja, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasa Islamia.

Definisi pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa, Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.
Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
Jenis pesantren
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an. Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut. Sebagai contoh, Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain:
Sejarah umum
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
Peranan pesantren
Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.
Moderenisasi pesantren
Sebab-sebab terjadinya moderenisasi Pesantren daiantaranya: Pertama, munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public. Kedua: kian mengemukannya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga, terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.
Peran sosial
Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa alumnus pesantren juga telah berkiprah di pentas nasional, yang terkenal antara lain:
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PESANTREN
KEKURANGAN
·         pemecahan masalah masalah sosial masyarakat sekitar pesantren dilakukan dengan tidakk menggunakan teori pembanguan seperti yg digunakan pemerintah, lbh pada gerakan yg dilandaskan pada amal saleh.
·         Di Pesantren belum banyak yg mampu merumuskan visi misi dan tujuan pendidikan secara sistimatik yg tertuang dalam program kerja yg jelas. Sehingga tahapan pencapaian tujuan juga cenderung bersifat alamiyah.
·         System kepeminpinan sentralistik yg tak sepenuh hilang sehingga acapkali mengganggu lancar mekanisme kerja kolektif padahal banyak perubahan yg tak mungkin tertangani oleh satu orang.
·         Dalam merespon perubahan cenderung sangat lamban konsep “Almuhafadatu ala al qodim as soleh wal ajdu bil jadidil aslah” selalu ditempatkan pada posisi bagaimana benang tak terputus dan tepung tak terserak padahal ibarat orang naik tangga ketika salah satu kaki meninggalkan tangga yg bawah kaki satu melayang layang diudara bisa jadi terpeleset atau jatuh itu resiko bila takut menghadapi resiko dia tak akan pernah beranjak dari tangga terbawah.
·         Sistem pengajaran kurang efesien demokratis dan variatif sehingga cepat memunculkan kejenuhan pada peserta didik. Dsb.
KELEBIHAN
·         Lembaga pendidikan yg memadu pendidikan integralistik humanistik pragmatik idealistik dan realistik.
·         Pusat rehabilitasi sosial (banyak keluarga yg mengalami kegoncangan psikologi spiritual akan mempercayakan penyeklamatan pada pesantren)
·         Sebagai pencetak manusia yg punya keseimbangan trio cerdas yakni Kecerdasan Intelektual (IQ) Kecerdasan Emosional (EQ) Dan kecerdasan Spiritual (SQ).
·         pondok pesantren tidak hanya diperuntukkan sebagai tempat pendidikan bagi santri semata melainkan juga bagi masyarakat sekitarnya.
·         Pesantren bukan saja penyelenggara pendidikan tetapi juga penyelenggara dakwah yg mengajak pada perubahan pola hidup dimasyarakat.
·         pendidikan pondok pesantren merupakan wadah dan tempat tercapai suatu pendidikan Islam Indonesia yakni tercapai tujuan pembangunan nasional bidang pendidikan.
 

Agroforestri di Jawa Barat


A.      Agroforestri
Ø  Definisi Agroforestri
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan,  yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Ø  Unsur-unsur Agroforestri
agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki unsur-unsur :
·           Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
·           Penerapan teknologi
·           Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan
·           Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
·           Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
Ø  Ciri Agroforestri
Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
1.         Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan).  Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
2.         Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
3.         Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
4.         Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
5.         Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
6.         Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
7.         Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.
Ø  Sasaran dan Tujuan Agroforestri
Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.
Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar.  Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah (ekonomi dan ekologi) berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (von Maydell, 1986):
a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan dengan,
1.        Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap musim; perbaikan kualitas nutrisi, pemasaran, dan proses-proses dalam agroindustri.
2.        Diversifikasi produk dan pengurangan risiko gagal panen.
3.        Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.



b. Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar:
Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah (catatan: yang terakhir ini terutama di daerah pegunungan atau berhawa dingin)
c.    Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian:
1.        Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untuk produk-produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar (misal: zat pewarna, serat, obat-obatan, zat perekat, dll.) atau yang mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.
2.        Diversifikasi produk.
d.  Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai:
1.        Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan yang menarik.
2.        Mempertahankan orang-orang muda di pedesaan, struktur keluarga yang tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan lahan.
3.        Memelihara nilai-nilai budaya.
e.  Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat:
1.        Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.
2.        Perlindungan keanekaragaman hayati.
3.        Perbaikan tanah melalui fungsi ‘pompa’ pohon dan perdu, mulsa dan perdu.
4.        Shelterbelt, pohon pelindung (shade trees), windbrake, pagar hidup (life fence).
5.        Pengelolaan sumber air secara lebih baik.
Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya.  Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:
1.           Produktivitas (Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur.  Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun.  Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.
2.      Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa.  Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar.  Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).
3.      Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk- produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur\
4.      Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.


B.     Agroforestri di Jawa Barat
Ø  Keadaan Hutan di Jawa Barat
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat  adalah seluas  3.709.528,44 hektar sedangkan luas hutan di Jawa Barat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/2003 adalah seluas 816.603 hektar, jadi luas kawasan hutan adalah 22,01 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat.
Sesuai denganperuntukannya luas hutan di Jawa Barat terbagi sebagai berikut :
1.      Hutan Konservasi ( dikelola oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat dan Banten, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede pangrango, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai) seluas 132.180 hektar.
2.      Hutan Produksi (dikelola oleh Perum Perhutani Jawa Barat Banten) seluas 202.965 hektar.
3.      Hutan Produksi Terbatas (dikelola oleh Perum Perhutani Jawa Barat Banten) seluas 190.152 hektar.
4.      Hutan Lindung (dikelola oleh Perum Perhutani Jawa Barat Banten) seluas 291.306 hektar.
Peranan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat dalam Pengelolaan Hutan di Jawa Barat sesuaidengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 44 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas unit Dinas Kehutanan, Regulator.
Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat adalah Meningkatkan fungsi Sumber Daya Hutan di Jawa Barat Tahun 2010. Adapun Misi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan.
2.      Optimalisasi pemanfaatan hutan dan hasil hutan.
3.      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui pengelolaan partisipatif.
4.      Memanfaatkan dan mengamankan Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung.
5.      Penguatan Desentralisasi Pembangungan Hutan.
Ø  Alih Fungsi Hutan di Jawa Barat
Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Jabar mengingatkan pemerintah dan masyarakat akan terjadinya bencana lingkungan akibat alih fungsi areal hutan di Jawa Barat yang mencapai 95.000 hektare. atau 10 persen dari total kawasan hutan negara di Jawa Barat. Artinya jika rata-rata tegakan dalam 1 Ha adalah 1.000 pohon maka sekitar 95 juta pohon lenyap dari hutan.
Alih fungsi sebagian besar terjadi di kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani melalui skema kerjasama operasional (KSO) dan pinjam pakai kawasan. Kegiatan pertambangan mineral dan panas bumi baik terbuka maupun tertutup, wanawisata, pertanian dan pembangunan infrastruktur menjadi penyumbang utama kerusakan hutan. Sementara, berdasarkan data dari BPLHD Jawa Barat tahun 2010 saja sekitar 515.000 Ha kondisi hutan masih berada dalam kondisi kritis dan belum terpulihkan.
Di samping itu, pendapatan negara dari sektor kehutanan di Jawa Barat belum secara terbuka menjadi informasi publik. Kegiatan alih fungsi kawasan hutan menjadi pertambangan, wanawisata, dan jenis usaha lainya menyimpan potensi korupsi dan kerugian negara yang cukup besar. Berdasarkan kajian Walhi Jawa Barat, dari sekitar 18 perusahaan tambang di kabupaten Bogor diperkirakan pendapatan sektor kehutanan yang dihasilkan sekitar Rp 78 milyar selama 5 tahun, artinya dari satu perusahaan potensi pendapatan negara bisa mencapai rata-rata 4 Milyar dalam setahun.
 Berdasarkan data yang dimiliki Walhi Jabar, tercatat sekitar 790 KSO dan pinjam pakai kawasan hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani di Kesatun Pemangkuan Hutan (KPH) di 15 Kabupaten/Kota di Jawa Barat dalam rentang 2007-2012. Artinya potensi pendapatan dari KSO dan pinjam pakai kawasan jika diakumulasi rata-rata bisa mencapai Rp 3.160 milyar atau Rp 3,16 Trilyun. Bisa dipastikan betapa besarnya pendapatan dari sejumlah KSO dan pinjam pakai kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani serta kerjasama-kerjasama yang dilakukan BBKSDA dan Dinas Kehutanan di Jawa Barat.
Ø  Agroforestri di Majalengka
Majalengka merupakan daerah yang memiliki perhatian lebih terhadap kelestarian hutan yang sekarang sudah banyak beralih fungsi. Pasalnya tingkat kerusakan hutan di Kabupaten Majalengka tampaknya sudah memasuki tahap mengkhawatirkan. Sejumlah hutan yang ada di wilayah kota angin saat ini sebagian besar gundul akibat adanya aktivitas penebangan liar. Salah seorang aktivis lingkungan di Kabupaten Majalengka mengatakan, saat ini kondisi kerusakan hutan yang terjadi di wilayah Majalengka cukup memprihatinkan. Terlebih banyaknya penebangan pohon yang dilakukan sejumlah pengusaha kayu untuk kebutuhan industri di Majalengka.
Selain itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Majalengka, Ir Bayu Jaya MSi sebelumnya sempat mengakui jika tingkat kerusakan lingkungan dan hutan termasuk di Majalengka semakin tinggi. Bahkan berdasarkan hasil pemetaan secara nasional setiap tahunnya hutan yang hilang di Indonesia mencapi Rp1,08 juta hektare termasuk hutan di Majalengka akibat perambahan maupun pembukaan lahan.
Akibat berkurangnya hutan, membuat keseimbangan alam berkurang. Salah satunya debit air mulai sulit, rob atau gelombang laut meningkat dan sejumlah kasus alam lainya. Hal itu tentunya tidak bisa dibiarkan, sebab konsep konservasi hutan harus dilaksanakan sebagai upaya penyeimbang dan menjaga agar debit air tetap stabil.
Sedangkan lahan kritis yang ada di Majalengka saat ini kata dia, cukup besar yakni mencapai sekitar 20.453 hektare dari luas wilayah yang mencapai 120.424 hektare. Ditambah 69.372 hektare lahan kering untuk persawahan.
Agroforestri merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas lingkungan. Kementerian Kehutanan terus memerluas wilayah cakupan agroforestri. Kepala Balitbang Kementerian Kehutanan, Tachrir Fathony, mengatakan angka penduduk miskin sekitar hutan mencapai puluhan juta orang atau masih tersisa 35 persen. Menurutnya agroforestri adalah jalan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Hutan-hutan di Pulau Jawa, khususnya yang dikelola oleh Perum Perhutani, sebagian besarnya sudah menerapkan sistem agroforestri. Dalam program terbaru di Solo (Jawa Tengah), sepuluh hektar (ha) kebun tanaman obat direncanakan dibangun.
Seperti di Majalengka (Jawa Barat), seluas 340 ha lahan akan menjadi kawasan hutan agroforestri dengan sistem multilayer. Layer (lapisan) atas untuk tanaman pohon, lapisan tengah untuk tanaman berkayu. Sementara, layer bawah untuk tanaman pertanian dan perkebunan serta areal gembala ternak.
Sejak 1992 misalnya, Kemenhut bekerjasama dengan The World Agroforestry Center (Icraf) mengembangkan agroforestri di berbagai wilayah regional. Diantaranya fokus di Sumatera dan Papua.Daerah-daerah sebaran agroforestri antara lain Pariaman (Sumatera Barat), Aceh, Papua, NTB, Rarung (Mataram), dan Air Nauli (Sumatera Utara). Penerapannya harus menyeimbangkan jumlah pohon dengan tanaman agroforestri. Berikutnya, ada pemilihan jenis-jenis tanaman apa saja yang bisa ditanam.
Salah satu contoh tanaman agroforestri yang potensial adalah karet. Penelitian Icraf pada 2010 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah rumah tangga masyarakat sekitar hutan yang mengadopsi agroforestri karet. Dalam hal ini, Icraf memberikan informasi tentang pengembangan karet menggunakan pendekatan tradisional.